Jumat, 15 Mei 2020

Kliring

Sejarah Kliring

  • 10 September 1981 : dimulainya Kliring Lokal secara manual
  • Awal 1990 : dimulainya Kliring Lokal secara otomatis + bantuan mesin baca pilah (reader sorter) +/- 1000 warkat/menit.
  • 18 September 1998 : dibentuknya Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ) pada 8 Bank
  • 18 Juni 2001 : diterapkannya SKEJ di seluruh Jakarta
  • 22 Juli 2005 : dibentuknya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Tujuan Kliring


1. Memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral

2. Perhitungan penyelesaian utang piutang dapat dilakukan dengan lebih mudah, aman dan efisien

3. Merupakan Salah satu pelayanan bank kepada nasabah


Manfaat Kliring
  • Bagi masyarakat, memberikan alternatif pembayaran (transfer of value) efektif dan efisien dan aman.
  • Bagi Bank, merupakan salah satu advantage service kepada nasabah, menjadi fee based income.
  • Bagi Bank Sentral dapat secara cepat dan akurat mengetahui kondisi keuangan suatu bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat.

Istilah dalam Kliring
  • Tolakan kliring, tolakan atas warkat
  • Postdated Cheque, tanggal Cek/BG belum jatuh tempo (Titipan)
  • Cross Clearing, Penarikan cek melalui kliring atas beban dana yang diharapkan akan diterima penarik dari setoran cek bank lain
  • Call Money, pinjaman bagi bank yang kalah kliring (maks 7 hr).
  • Capping, penetapan batas maksimum jumlah nominal atau nilai suatu Nota Kredit/Nota Debet yang dapat dikliringkan melalui Kliring Elektronik.
  • Guest Bank, fasilitas yang memungkinkan peserta kliring elektronik menggunakan Terminal Peserta Kliring (TPK) Peserta lain pada bank yang berbeda dengan tetap menggunakan identitas masing-masing peserta.
  • Transfer Debet, Adalah transaksi yang dilakukan oleh Peserta pengirim, untuk kepentingan dan untuk untung Peserta pengirim atau nasabah Peserta pengirim dan atas beban Peserta penerima atau nasabah Peserta penerima
  • Transfer Kredit, Adalah transaksi yang dilakukan oleh dan atas beban Peserta pengirim untuk kepentingan Peserta pengirim atau nasabahnya, dan untuk untung Peserta penerima atas nasabahnya.
  • Prefund, sejumlah dana yang harus disediakan oleh bank peserta kliring untuk mengantisipasi pemenuhan potensi kewajiban dari seluruh kantor bank yang menjadi Peserta pada penyelenggaraan Kliring Debet dan Kliring Kredit. 
  • Settlement, kegiatan pendebetan dan pengkreditan giro Bank di Bank Indonesia yang dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban masing-masing Bank yang timbul dalam penyelenggaraan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia).
  • Perjanjian Guest Bank, pembuatan perjanjian kerja sama timbal balik antara suatu bank sebagai guest bank dengan peserta lain, untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya kerusakan perangkat TPK (Terminal Peserta Kliring) dan atau JKD (Jaringan Komunikasi Data) yang dapat mengganggu kelancaran kliring. Tembusan perjanjian dimaksud disampaikan kepada penyelenggara.
  • Keadaan Darurat, suatu keadaan yang secara nyata menyebabkan suatu kegiatan Kliring Debet dan atau Kliring Kredit tidak dapat dilaksanakan secara normal antara lain pemogokan kerja , kebakaran , kerusuhan massa, sabotase serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dibenarkan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat.

6 Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Dalam menjalankan sebuah sistem perbankan yang baik, perlu ada nya pilar-pilar yang menyangga agar sebuah sistem tersebut dapat berjalan. Dalam sistem perbankan indonesia, pilar ini disebut dengan arsitektur perbankan indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan . Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan.

6 Pilar API

1. Struktur Perbankan yang Sehat
Menciptakan struktur perbankan domestik yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

2. Sistem Pengaturan yang Efektif
Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.

3. Pengawasan Independen dan Efektif
Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.

4. Industri Perbankan yang Kuat
Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.

5. Infrastruktur Pendukung yang Mencukupi
Mewujudkan infrasturktur yang lengkao untuk mendukung terciotanya industri perbankan yang sehat.

6. Perlindungan Konsumen atau Nasabah
Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan kepada konsumen jasa perbankan.


Sejarah Berdirinya Bank Indonesia atau Bank Sentral

Sejarah Bank Indonesia dimulai ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan De Javasche Bank. Ide ini bermula dari gagasan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. T. C. Elout yang melihat bahwa untuk menopang bisnis perkebunan di Jawa dengan tingkat transaksi keuangan yang tinggi, diperlukan adanya penertiban dan pengaturan sistem pembayaran yang dikelola oleh lembaga keuangan. Usulan itu disambut baik oleh Raja Willem l dengan mengirimkan surat kuasa bertanggal 9 Desember 1826 kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan sebuah bank dengan wewenang khusus berjangka waktu yang disebut oktroi. Setelah proses persiapan selama satu tahun, pada 24 Januari 1828, lewat Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25, ditetapkanlah Akte Pendirian De Javasche Bank (DJB) dengan Mr C. de Haan sebagai Presiden DJB, dan C.J. Smulder sebagai sekretaris.

Mei 1940 Perang Dunia II meletus. Belanda diduduki Jerman. Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan keadaan darurat. Ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris terpaksa dialihkan. Celakanya negosiasi dengan Jepang pada Juni 1941 untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat, pun gagal. Jepang yang sama-sama menganut ideologi fasisme sebagaimana Jerman justru memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu, dan mengirimkan bantuan kepada faksi Sumatra untuk melakukan revolusi. Merasa terdesak, Belanda akhirnya angkat kaki dari Hindia. De Javasche Bank dilarang pengoperasiannya, dan secara resmi ditutup pada 20 Oktober 1942.

Akan tetapi kekuasan Jepang tak berlangsung lama. Setelah penandatanganan The German Instrument of Surrender di Karlshorst, Berlin pada 8 Mei 1945 oleh para perwakilan dari tiga pasukan bersenjata Oberkommando der Wehrmacht (OKW) dan Pasukan Ekspedisioner Sekutu bersama Komando Tinggi Tentara Merah, ditambah perwakilan Perancis dan Amerika Serikat sebagai saksi, Jerman mengaku kalah. Melalui Deklarasi Postdam 6 Agustus 1945, bersama Britania Raya dan Cina, Amerika Serikat lantas meminta pasukan Jepang agar menyerah tanpa syarat. Merasa kuat, Jepang mengabaikan ultimatum itu. Maka pada tanggal 6 Agustus 1945, setelah Manhattan Project yang dirintis Sekutu berhasil mengujicoba bom atom di gurun New Mexico pada Juli 1945, Jepang menuai akibatnya. Sebuah bom atom uranium jenis bedil (Little Boy) dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima, disusul tiga hari kemudian (9 Agustus 1945) dengan bom plutonium jenis implosi (Fat Man) di Nagasaki. Dua operasi pengeboman yang menewaskan sedikitnya 129.000 jiwa itu, akhirnya memaksa Kaisar Hirohito turun tangan dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung perundingan di balik layar selama beberapa hari, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar) yang disiarkan di radio, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya 19 Oktober 1945, Indonesia—yang waktu itu masih berstatus sebagai negara serikat—mendirikan Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia). Berdasarkan Perpu Nomor 2/1946, tertanggal 5 Juli 1946, yayasan itu lalu berubah menjadi Bank Negara Indonesia (BNI) yang berfungsi sebagai bank sentral sekaligus bank umum. Tanggal 5 Juli 1946 itu pula hari Bank Indonesia ditetapkan.

Pemerintah Belanda yang berusaha kembali menguasai Indonesia, sempat menghidupkan lagi DJB. Namun setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, DJB diputuskan sebagai milik Republik Indonesia. Setelah RIS bubar dan Indonesia sepenuhnya menjadi negara yang berdaulat, pada tanggal 1 Juni 1953 DJB dijadikan sebagai bank sentral dengan nama Bank Indonesia hingga kini. Dan supaya tidak terjadi dualisme, BNI yang mulanya menjadi bank sentral sekaligus bank umum dirubah statusnya menjadi bank umum saja

Tugas Bank Central

Tugas-tugas Bank Central
Tujuan utama Bank Indonesia sebagai Bank Sentral adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa serta mengatur dan mengawasi bank.

Tugas BI sebagai Bank Sentral adalah

1Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Dalam upaya mencapai tujuan rersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya. 

2. Mengatur dan Menjaga kelancaran sistem pembayaran
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.


Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

3. Mengatur dan mengawasi bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Sabtu, 09 Mei 2020

Jenis Dana Bank Loanable Fund dan Unloanable Fund

Loanable Fund


Dana operasional adalah total dana yang dihimpun/diterima dikurangi dengan unloanable funds. Loanable Fund dapat diklasifikasikan menjadi Idle Fund dan Operable Fund. 

Idle Fund adalah dana yang masih menganggur atau belum digunakan pada alokasi yang produktif bagi Bank
Operable Fund adalah dana yang sudah dioperasikan oleh Bank terutama dalam bentuk kredit yang diberikan pada debitur. 
Bank selalu berusaha meminimalkan idle fund atau memperbesar operable fund untuk mengoptimalkan keuntungan. Klasifikasi penggunaan dana ini sangat diperlukan untuk menghitung biaya dana yang harus dikeluarkan Bank (Cost of Fund) yang terdiri dari beberapa cara perhitungan. Berdasarkan Cost Of Fund ini Bank bisa menetapkan harga produk Banknya dengan memperhitungakan interest spead yang diinginkan.


Unloanable Fund

Unloanable fund adalah dana yang tidak ditempatkan pada aktiva produktif dengan tujuan untuk berjaga-jaga atau cadangan.  Besarnya Unloanable fund ini ditentukan menurut pengalaman bank yang biasanya dicerminkan oleh Cash Ratio. Khusus legal reserve requirementatau sering disebut Giro Wajib minimum yang harus disimpan di bank sentral ditentukan sebesar 5% dari dana pihak ketiga (untuk rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga (untuk valuta asing). Semakin besar Unloanable fund akan semakin memperkecil jumlah dana yang dapat ditempatkan untuk memperoleh pendapatan, dengan demikian (Cost of Loanablr Fund) COLF-nya akan semakin mahal. Sebaliknya bila Unloanable fund semakin kecil maka COLF-nya semakin murah.

  • Reserve Requirement
Reserve Requirement (RR) atau Legal Reserve Requirement (LRR) di Indonesia dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM) adalah suatu simpanan minimum yang wajib diperlihara dalam bentuk giro pada Bank Indonesia bagi semua bank  (Dendawijaya, 2009:115).
  • Uang Kas
Jumlah kas minimal yang harus tersedia 
  • Cadangan Operasional




Jumat, 08 Mei 2020

Komponen yang Mempengaruhi Suku Bunga Kredit


Suku bunga kredit adalah suatu harga yang harus dibayarkan oleh debitur kepada bank atas pinjaman yang telah diberikan. Untuk pihak bank, suku bunga kredit merupakan harga jual yang akan dibebankan kepada para debitur. Manfaat suku bunga kredit bagi bank adalah untuk mendapatkan keuntungan.

Demi mendapatkan keuntungan, biasanya suku bunga kredit akan memiliki angka yang lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga simpan. Suku bunga kredit sendiri merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi bank. Dalam menentukan tingkat suku bunga kredit ada beberapa komponen antara lain:

Total Biaya Dana (Cost of Fund)

Merupakan biaya untuk memperoleh simpanan setelah ditambah dengan cadangan wajib (Reserve Requirement) yang ditetapkan pemerintah. Biaya dana tergantung dari seberapa besar bunga yang ditetapkan untuk memperoleh dana melalui produk simpanan.

Laba yang diinginkan

Menentukan besarnya laba dan juga sangat mempengaruhi besarnya suku bunga kredit. Dalam hal ini biasanya bank melihat kondisi pesaing dan juga kondisi nasabah (usaha kecil atau besar)

Cadangan Resiko Kresit Macet

Merupakan cadangan terhadap kredit yang macet atas akibat dari suatu hal baik disengaja maupun tidak disengaja. Pihak bank juga memperhitungkan hal tersebut.

Biaya Operasi

Merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka melaksanakan kegiatan operasinya.

Pajak

Merupakan pajak yang dibebankan oleh pemerintah kepada bank yang memberikan fasilitas kredit kepada nasabahnya.

Kamis, 07 Mei 2020

Rasio Liquiditas

Rasio Liquiditas adalah Analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.

Rasio Likuiditas yg sering digunakan untuk menilai kinerja suatu bank antara lain:

Cash Ratio

Untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat-alat likuid yang dimilikinya

Rumus




Reserve Requirement (Likuiditas Wajib Minimum)

Merupakan ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Besarnya RR telah mengalami perubahan dari 2%, 3% dan terakhir sejak tahun 1997 sebesar 5%.                

Komponen dana pihak ketiga terdiri dari :

  • Giro
  • Deposit berjangka
  • Sertifikat Deposito
  • Tabungan
  • Kewajiban Jangka Pendek Lainnya


Loan to Deposit Ratio

Menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Rasio antara seluruh jml. Kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Semakin tinggi rasio tsb, maka makin rendah likuiditas bank tersebut.

Rumus


   

Loan to Asset Ratio

Merupakan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini maka tingkat likuiditasnya rendah karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya makin besar.

Rumus



Rasio Kewajiban Bersih Call Money

Persentase dari rasio ini menunjukkan besarnya kewajiban bersih call money terhadap aktiva lancar atau aktiva yang paling likuid dari bank. Semakin kecil rasio ini, maka likuiditas bank ini semakin baik karena bank dapat menutup kewajiban antar bank dengan alat likuid yang dimilikinya.

Rumus


Aktiva Lancar : Uang kas, Giro di BI, Sertifikat BI, SBPU

Jumat, 01 Mei 2020

Bank Note


Bank Note adalah uang kartal asing yg dikeluarkan dan diterbitkan oleh bank luar negeri. Bank Note juga dikenal dengan istilah "devisa tunai" yang mempunyai sifat-sifat seperti uang tunai. Tidak semua bank note dapat diperjualbelikan, hal ini bergantung pada peraturan devisa di negara asal tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan jual beli bank note adalah transaksi antara valuta yang dapat diterima pembayarannya dan valuta dapat diperjualbelikan dan diperdagangkan kembali sesuai dengan nilai tukar yang terjadi saat itu.

Dalam  transaksi jual beli bank note bank menggunakan kurs. Kurs ini diperolehdari kurs konversi yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap hari, dimana isinya perbandingan antara nilai tukar mata uang rupiah dengan valuta asing. Kurs yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dijadikan patokan harga mata uang asing oleh bank umum. Kurs ini dipergunakan untuk transaksi jual beli ditambah dengan keuntungan yang diharapkan oleh bank.

Dalam transaksi jual beli bank note ada dua macam kurs, yaitu kurs beli (buying rate) dan kurs jual (selling rate). Penggunaan kurs beli dan kurs jual dalam transaksi jual bank note adalah

  • Kurs jual pada saat bank menjual, artinya dalam hal inilah nasabah membeli
  • Kurs beli pada saat bank membeli, artinya dalam hal inilah nasabah menjual

Analisa Kelayakan Kredit dan macam-macam Analisa Kelayakan Kredit.

Analisa Kelayakan Kredit

Analisis kredit adalah cara menghitung kelayakan kredit suatu usaha atau organisasi. Dengan kata lain, analisis kredit adalah penilaian kemampuan suatu perusahaan menghargai semua kewajiban keuangan. Penilaian atau analisis kredit adalah suatu kegiatan analisis/penilaian berkas atau data dan juga berbagai aspek yang mendukung yang diajukan oleh pemohon kredit, sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan apakah permohonan kredit tersebut diterima atau ditolak. Tujuan analisis kredit yaitu untuk meneliti calon peminjam dan fasilitas peminjam yang diajukan dan juga untuk menetapkan kadar risiko. Analisis kredit melibatkan beragam teknik analisis keuangan, termasuk rasio dan analisis tren serta pembentukan proyeksi dan analisis arus kas terperinci. Analisis kredit juga mencakup pemeriksaan terhadap jaminan dan sumber pembayaran lainnya serta riwayat kredit dan kemampuan manajemen. Analis berupaya memperkirakan peluang kegagalan calon peminjam atas utangnya, dan juga derita kerugian jika terjadi gagal bayar.

Pengertian Analisis Kredit Menurut Para Ahli
Firdaus & Ariyanti (2009:184)
Menurut Firdaus & Ariyanti, Penilaian atau analisis kredit adalah semacam studi kelayakan (feasibility Study) atas perusahaan pemohon kredit.

Djohan (2000:97)
Menurut Djohan, Penilaian kredit adalah Suatu kegiatan pemeriksaan, penelitian, dan analisa terhadap kelengkapan, keabsahan, dan kelayakan berkas/surat/data permohonan kredit calon debitur hingga dikeluarkannya suatu keputusan apakah kredit tersebut diterima atau ditolak.

Thomas Suyatno, dkk (2003:70)
Menurut Thomas Suyatno dkk, Analisa kredit adalah pekerjaan yang meliputi:

  • Mempersiapkan pekerjaan penguraian dari segala aspek, baik keuangan maupun non keuangan untuk mengetahui kemungkinan dapat/tidak dapat dipertimbangkan suatu permohonan kredit.
  • Menyusun laporan analisis yang diperlukan, yang berisi penguraian dan kesimpulan serta penyajian alternatif sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan pimpinan dari permohonan kredit nasabah.



Fungsi analisa kredit adalah sebagai sarana untuk pengendalian resiko yang akan dihadapi bank, sebagai dasar bagi bank dalam menentukan tingkat suku bunga kredit dan jaminan yang disyaratkan untuk dipenuhi nasabah, persyaratan kredit, jumlah kredit, jangka waktu kredit, sifat kredit, tujuan kredit dan sebagainya, serta sebagai bahan pertimbangan Pimpinan/Direksi bank dalam proses pengambilan keputusan dan sebagai alat informasi yang diperlukan untuk evaluasi kredit.

Menurut Sutojo (1997:69), fungsi analisa kredit diantaranya yaitu:
  • Sebagai dasar bagi bank dalam menentukan tingkat suku bunga kredit dan jaminan yang disyaratkan untuk dipenuhi nasabah,
  • Sarana untuk pengendalian resiko yang akan dihadapi bank,
  • Syarat kredit dan sarana untuk struktur, jumlah kredit, jangka waktu kredit, sifa kredit, tujuan kredit, dan sebagainya,
  • Sebagai bahan pertimbangan pimpinan/direksi bank dalam proses pengambilan keputusan,
  • Sebagai alat informasi yang diperlukan untuk evaluasi kredit.




Prinsip Pemberian Kredit 5C

Prinsip pertama yang dijadikan acuan dalam pemberian kredit kepada nasabah adalah prinsip 5C. Prinsip ini terdiri dari lima kriteria yang harus dipenuhi oleh pengaju kredit, yaitu:

1. Character

Kriteria yang pertama adalah character, yaitu melihat bagaimana karakter dan latar belakang calon peminjam atau nasabah yang mengajukan kredit. Kriteria character ini akan dilihat dari wawancara yang dilakukan oleh pihak bank, biasanya bagian customer service. Dari karakter ini akan dapat dilihat juga bagaimana reputasi calon peminjam tersebut, apakah pernah memiliki catatan tindak kriminal atau kebiasan buruk dalam keuangan seperti tidak melunasi pinjaman.
Karakter calon penerima kredit termasuk pertimbangan bank yang utama. Apabila berdasarkan BI checking diketahui calon debitur ternyata masih memiliki tunggakan kredit, maka bank otomatis akan ragu untuk memberikan pinjaman. Di sisi lain, orang yang sama sekali belum pernah menjadi debitur juga tidak sepenuhnya terjamin lolos dari analisa ini. Sebab karakternya saat memenuhi tanggungan kredit justru lebih sulit ditebak. Maka itu karakter yang umumnya diharapkan oleh bank ialah debitur dengan histori pernah menerima kredit setidaknya satu kali dan terbukti telah mampu menyelesaikan cicilan dengan lancar.

2. Capacity

Kriteria kedua adalah capacity atau kerap disebut juga dengan capability, yaitu bagaimana kemampuan calon peminjam dalam membayar kreditnya. Kriteria ini dilihat dari bagaimana nasabah tersebut menjalankan usahanya atau seberapa besar penghasilan yang diterima tiap bulannya. Jika pihak bank menilai bahwa nasabah tersebut tidak memiliki kemampuan cukup untuk membayar kredit, maka besar kemungkinan ajuan kreditnya akan ditolak.
Capacity dapat diukur sendiri dengan membandingkan antara pendapatan bulanan dan pengeluaran rutin. Analisa kredit Anda dikatakan layak apabila kombinasi seluruh cicilan tidak memakan lebih dari 30 persen penghasilan per bulan.

3. Capital

Kriteria selanjutnya adalah capital atau modal yang dimiliki calon peminjam, yang khususnya diberlakukan pada nasabah yang meminjam untuk usaha atau bisnisnya. Dengan mengetahui modal atau aset yang dimiliki usaha nasabah tersebut, pihak bank dapat sumber pembiayaan yang dimiliki. Selain itu, pihak bank juga dapat melihat bagaimana laporan keuangan dari usaha yang dijalankan nasabah untuk kemudian dijadikan acuan apakah memang layak diberikan kredit atau tidak.
Bila seseorang memiliki aset-aset seperti tanah warisan, saham, atau deposito dalam jumlah besar di bank yang sama, maka kemungkinan besar aplikasi kredit Anda akan disetujui. Penilaian dalam hal ini menjadi acuan bahwa Anda dikatakan mampu bertanggung jawab atas kredit yang akan diberi. Dalam prakteknya, kriteria capital ini dimanifestasikan dalam bentuk kewajiban untuk menyediakan self-financing, yang sebaiknya jumlahnya lebih besar daripada kredit yang diminta.

4. Collateral

Kriteria keempat adalah collateral atau jaminan yang diberikan pada calon peminjam saat mengajukan kredit kepada bank. Sesuai dengan namanya, jaminan ini akan menjadi penjamin atau pelindung bagi pihak bank jika nantinya nasabah tidak dapat membayar pinjaman yang diambil. Oleh karena itu, idealnya besaran jaminan yang bersifat fisik ataupun nonfisik lebih besar jumlahnya lebih besar dari kredit yang diberikan.

5. Condition

Kriteria dari prinsip 5C yang terakhir adalah condition, yaitu kondisi perekonomian baik yang bersifat general atau khusus pada bidang usaha yang dijalankan nasabah. Jika memang kondisi perekonomian sedang tidak baik atau sektor usaha nasabah tidak menjanjikan, biasanya bank akan mempertimbangkan kembali dalam memberikan kredit. Hal ini terkait kembali dengan bagaimana kemampuan nasabah dalam membayar pinjamannya nanti yang tentu terpengaruhi atas kondisi ekonomi.
Untuk mendapat gambaran mengenai hal tersebut, bank perlu melakukan analisa kredit yang berkaitan dengan hal-hal meliputi:
  • Keadaan konjungtur
  • Peraturan-peraturan pemerintah
  • Situasi, politik dan perekonomian dunia
  • Keadaan lain yang mempengaruhi pemasaran



Prinsip Pemberian Kredit 7P

Selain prinsip 5C, prinsip lainnya yang digunakan oleh lembaga keuangan dalam memberikan kredit adalah prinsip 7P. Dalam prinsip ini terdapat tujuh kriteria yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Personality

Kriteria pertama adalah personality, yaitu kepribadian dari calon peminjam yang mengajukan kreditnya. Kriteria ini hampir sama dengan kriteria character dari prinsip 5C yang telah dijelaskan diatas, dimana melihat bagaimana keseluruhan kepribadian nasabah mencakup sikap dan perilakunya sehari-hari.

2. Party

Yang kedua dalam prinsip 7P adalah party, dimana calon peminjam dimasukkan ke dalam beberapa golongan yang terkait dengan kondisi keuangannya. Biasanya pihak bank mengklasifikasikan nasabah berdasarkan modal yang dimiliki, kepribadian, loyalitas, dan lain sebagainya. Dengan adanya perbedaan klasifikasi dan golongan ini, akan ada perbedaan pula dalam pemberian fasilitas kredit nantinya.

3. Purpose

Kriteria yang ketiga adalah purpose, yaitu apa tujuan dari calon peminjam dalam mengajukan kreditnya pada lembaga keuangan. Pihak bank perlu mengetahui untuk apa dana tersebut akan digunakan, misalnya untuk modal usaha, investasi, biaya pendidikan, atau justru kegiatan konsumtif. Hal ini juga akan menyesuaikan dengan fokus dari bank atau lembaga keuangan tersebut, misalnya jika bank tersebut berfokus pada pengelolaan modal maka akan tepat bagi nasabah yang mengajukan kredit untuk usaha.

4. Prospect

Kriteria keempat dari prinsip 7P adalah prospect, yaitu bagaimana prospek dari usaha yang dijalankan oleh calon peminjam. Tentu saja prinsip ini berlaku khusus bagi nasabah yang mengajukan pinjaman untuk modal usaha atau bisnis yang dikelolanya. Dengan mengetahui apakah usaha dan bisnis tersebut memiliki prospek ke depan yang bagus atau tidak, maka bank pun dapat memprediksi bagaimana perkiraan kemampuan bayar dari nasabah.

5. Payment

Masih berkaitan dengan kriteria sebelumnya, kriteria yang kelima ini juga bertujuan mengukur bagaimana kemampuan bayar dari calon peminjam. Prinsip payment dilihat dari sumber pendapatan nasabah, kelancaran usaha yang dijalankan, hingga prospek dari usaha tersebut. Dengan begitu, pihak bank atau lembaga keuangan dapat menilai apakah nasabah tersebut memang dapat membayar kreditnya atau tidak.

6. Profitability

Kriteria keenam adalah profitability, dimana pihak bank melihat bagaimana kemampuan calon peminjam dalam menghasilkan keuntungan atau laba. Sama seperti beberapa kriteria sebelumnya, kriteria ini lebih dikhususkan pada nasabah yang meminjam untuk keperluan usahanya. Semakin tinggi tingkat profitability dari calon peminjam, maka akan semakin tinggi pula kemungkinan kredit yang diajukan dapat disetujui bank.

7. Protection

Tidak jauh berbeda dengan kriteria collateral pada prinsip 5C, kriteria protection ini juga mengacu pada jaminan yang dapat diberikan oleh calon peminjam. Selain jaminan berupa barang seperti aset rumah atau perusahaan, protection ini juga dapat berupa jaminan asuransi yang dimiliki oleh nasabah.

Kredit dengan Jaminan dan Kredit Tanpa Jaminan

Kredit dengan Jaminan dan  Kredit Tanpa Jaminan

Kredit dengan Jaminan
Sesuai dengan namanya, Kredit Dengan Jaminan, maka kredit dengan jaminan atau agunan membutuhkan aset dalam proses peminjamannya. Akan tetapi, dengan memberikan jaminan aset, nasabah akan mendapatkan beberapa keringanan, seperti bunga yang lebih rendah jika dibandingkan dengan Kredit Tanpa Jaminan. Selain bunga yang lebih rendah, tenor yang diberikan biasanya juga akan relatif lebih panjang. Untuk Kredit Dengan Jaminan, bank dapat memberikan tenor hingga 25 tahun masa cicilan. Nominal yang dapat diajukan untuk dipinjam oleh nasabah juga akan cenderung lebih besar, nasabah dapat meminjam dana sampa miliaran melalui Kredit Dengan Jaminan ini. Namun, perlu diketahui, karena nominal yang diajukan cenderung besar maka syarat yang diajukan tentunya lebih rumit, dan proses pencairan dana juga akan berlangsung cukup lama karena akan ada proses appraisal (penilaian) yang dilakukan oleh bank. Pinjaman jenis ini biasanya akan diajukan oleh nasabah untuk keperluan jangka panjang, seperti kredit usaha atau kredit kepemilikan rumah (KPR).

Contoh, seseorang mengajukan ruko sebagai jaminan, maka ruko tersebut harus dalam keadaan baik, meinim kerusakan, dan terletak dilokasi yang mudah diakses oleh kendaraan. Jika ruko memenuhi persyaratan maka Bank akan meloloskan pengajuan kredit. Rata-rata nominal kredit yang akan diberikan untukjaminan properti berkisar Rp 100.000.000 sampai dengan Rp 2.250.000.000 dengan tenor yan bervariasi mulai 2 hingga 10 tahun


Kredit Tanpa Jaminan
Berbeda dengan Kredit Dengan Jaminan , maka pinjaman melalui metode ini dapat kita lakukan tanpa memberikan jaminan atau agunan apapun. Kredit Tanpa Jaminan ini sangat cocok bagi Anda yang memang tidak ingin menjaminkan aset yang Anda miliki. Pinjaman jenis ini juga akan memiliki waktu pencairan yang relatif lebih cepat, namun nominal yang dipinjamkan juga memiliki limit yang tidak terlalu besar. Biasanya nominal maksimal yang akan dikeluarkan bank hanya berkisar Rp 50.000.000,00. Dalam jenis pinjaman ini, bunga yang ditawarkan biasanya juga akan relatif tinggi. Maka, pastikan Anda telah memperhitungkan dengan matang mengenai cicilan yang akan dibayarkan nantinya. Pastikan cicilan tersebut tidak akan menyusahkan dikemudian hari. Sehubungan dengan tenor atau jangka waktu pelunasan kredit, pinjaman jenis ini biasanya hanya diberikan waktu sekitar 1-2 tahun. Untuk dapat mengajukan KTA, biasanya syarat-syarat yang diperlukan akan lebih sedikit dan tidak akan terlalu merepotkan. Biasanya pinjaman KTA ini cenderung dipakai oleh nasabah untuk hal-hal yang bersifat mendesak, seperti membayar uang sekolah, renovasi rumah saat musim hujan, atau untuk membeli barang untuk keperluan bisnis.

Contoh
Seseorang mendapatkan kredit tanpa agunan dengan besaran Rp 12.000.000 dengan tenor 2 tahun atau 24 bulan. Dalam hal ini pihak kreditur mengenakan bunga dengan besaran 10% per tahun. Maka berapakah angsuran per bulan yang harus ditanggung?

Dari contoh kasus di atas kita ketahui bahwa:
Besaran cicilan pokok pinjaman si A adalah Rp 12.000.000 / 24 bulan = Rp. 500.000
Bunga per bulan yang dikenakan adalah Rp 12.000.000 X 10% = Rp 100.000
Jadi, angsuran per bulan yang harus dibayar oleh si A adalah Cicilan pokok + bunga = Rp 600.000


Meski tidak mengharuskan nasabah untuk menyerahkan agunan, namun harus diingat dan dipahami bahwa Kredit Tanpa Jaminan adalah utang atau pijaman yang jika tidak dibayar maka akan ada sanksi yang akan dikenakan kepada debitur atau peminjam.


Perbedaan antara Cek dan Bilyet Giro

Apa saja perbedaan Cek dan Bilyet Giro?


  • Cek bisa langsungkan secara tunai melalui bank yang ditunjuk. Sementara itu karena Bilyet Giro merupakan pemindahan buku, maka tidak bisa langsung dicarikan dalam bentuk uang tunai.

  • Melalui Cek, setiap nasabah atau seseorang yang ditunjuk atau berwenang dapat menarik sejumlah dana. Sementara itu Bilyet Giro hanya dapat dilakukan atas nama nasabah yang berwenang memberikan surat perintah kepada bank.

  • Jika seseorang ingin menarik atau mendapatkan pencairan dana menggunakan Cek, maka akan dikenakan biaya materai. Sementara itu cara mencairkan Bilyet Giro bagi nasabah yang memiliki kuasa dibebaskan dari biaya materai.

  • Cek dapat digunakan sebagai pencairan dana atau uang kepada nasabah atau seseorang yang ditunjuk oleh nasabah. Sementara itu, hal ini tidak berlaku Bilyet Giro. Karena surat perintah nasabah untuk memindahkan dananya kepada seseorang harus memiliki rekening bank yang jelas.

  • Meskipun terkesan mudah dilakukan, Cek tidak akan dapat dicarikan pada bank, sebelum diberikan tanggal penerbitannya. Sementara itu Bilyet Giro, dapat diserahkan kepada bank sebelum tanggal efektif dan lebih awal.

  • Cek memiliki landasan atau dasar hukum yang memiliki sumber dari Kita Undang-Undang Hukum Dagang atau KUHD. Sementara itu Bilyet Giro memiliki dasar hukum yang berasal dari Bank Indonesia atau BI.

Metode Perhitungan Bunga

Saldo Terendah 
Besarnya bunga tabungan dihitung dari jumlah saldo terendah pada bulanlaporan dikalikan dengansuku bunga per tahun kemusian dikalikan dengan jumlah hari pada bulan laporan dan dibagi dengan jumlah hari dalam satu tahun

Saldo rata-rata
Besarnya bunga dalam satu bulan dihitung berdasarkan saldo rata-rata dihitung berdasarkan jumlah saldo akhir tabungan setiap hari dalam bulan berjalan, dibagi dengan jumlah hari dalam bulan tersebut.


Saldo Harian
Bunga tabungan dalam bulan berjalandihitung dalam menjumlahkan hasil perhitungan bunga setiap harinya


Rumus Bunga yang dihitung bulanan



i% = bunga

pa (Per annum) adalah per tahun. Misal, jika tingkat bunga pada pinjaman adalah 12%pa, peminjam harus membayar bunga 12% setiap tahun atas saldo yang masih terhutang.





Rumus Bunga yang dihitung harian


Berikut ini adalah transaksi rekening tabungan tuan Andi intuk bulan Oktober 2018:

Tanggal
Uraian
Nominal
01
Setoran awal
Rp 500.000,-
10
Setoran kliring
Rp 2.000.000,-
17
Penarikan tunai
Rp 1.000.000,-
28
Transfer masuk
Rp 1.500.000,-


hitunglah bunga yang diperoleh berdasarkan 3 jenis perhitungan dengan 2 model rumus bulanan dan harian, jika diketahui suku bunga 12% dan pajak 15%

Jawab :

Tanggal
Uraian
Debet
Kredit
Nominal

01
Setoran awal

Rp 500.000,-
Rp 500.000,-
9 hari
10
Setoran kliring

Rp 2.000.000,-
Rp 2.500.000,-
7 hari
17
Penarikan tunai
Rp 1.000.000

Rp 1.500.000,-
11 hari
28
Transfer masuk

Rp 1.500.000,-
Rp 3.000.000,-
3 hari
31














total 30 hari
berdasarkan saldo terendah
untuk perhitunngan bunga ada 2 aliran, yaitu
  • saldo terendah selama rekening mengendap.
  • saldo terendah selama periode perhitungan bunga.

Bunga saldo terendah (bulanan)
Bunga berdasarkan saldo terendah selama rekening mengendap.

pajak = 5000 * 15% = 750
bunga yang diterima 5000 - 750 = 4250


Bunga saldo rata-rata (harian)
Tahap pertama adalah menghitung saldo rata-rata dalamperiode perhitungan








Bunga berdasarkan saldo rata-rata adalah :

Pajak  = 10387,99 * 15% = 1.558,20
Bunga yang diterima = 10.387,99 - 1.558,20 = 8.829,79

Bunga saldo harian
Bunga berdasarkan saldo harian adalah:





Total bunga = 1.479,45+5.753,42+5.424,66+2.958,90 = 15.116,43
Pajak           = 15.116,45 * 15% = 2.267,46
Bunga yang diterima = 15.116,43 - 2.267,46
                                  = 12.848,97

Menghitung Bunga Deposito

Deposito Sebelum masuk ke dalam pembahasan inti, apa itu deposito? Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 Deposito adalah Simpanan yang pe...