Tampilkan postingan dengan label vc7. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label vc7. Tampilkan semua postingan

Jumat, 15 Mei 2020

Sejarah Berdirinya Bank Indonesia atau Bank Sentral

Sejarah Bank Indonesia dimulai ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan De Javasche Bank. Ide ini bermula dari gagasan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. T. C. Elout yang melihat bahwa untuk menopang bisnis perkebunan di Jawa dengan tingkat transaksi keuangan yang tinggi, diperlukan adanya penertiban dan pengaturan sistem pembayaran yang dikelola oleh lembaga keuangan. Usulan itu disambut baik oleh Raja Willem l dengan mengirimkan surat kuasa bertanggal 9 Desember 1826 kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan sebuah bank dengan wewenang khusus berjangka waktu yang disebut oktroi. Setelah proses persiapan selama satu tahun, pada 24 Januari 1828, lewat Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25, ditetapkanlah Akte Pendirian De Javasche Bank (DJB) dengan Mr C. de Haan sebagai Presiden DJB, dan C.J. Smulder sebagai sekretaris.

Mei 1940 Perang Dunia II meletus. Belanda diduduki Jerman. Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan keadaan darurat. Ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris terpaksa dialihkan. Celakanya negosiasi dengan Jepang pada Juni 1941 untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat, pun gagal. Jepang yang sama-sama menganut ideologi fasisme sebagaimana Jerman justru memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu, dan mengirimkan bantuan kepada faksi Sumatra untuk melakukan revolusi. Merasa terdesak, Belanda akhirnya angkat kaki dari Hindia. De Javasche Bank dilarang pengoperasiannya, dan secara resmi ditutup pada 20 Oktober 1942.

Akan tetapi kekuasan Jepang tak berlangsung lama. Setelah penandatanganan The German Instrument of Surrender di Karlshorst, Berlin pada 8 Mei 1945 oleh para perwakilan dari tiga pasukan bersenjata Oberkommando der Wehrmacht (OKW) dan Pasukan Ekspedisioner Sekutu bersama Komando Tinggi Tentara Merah, ditambah perwakilan Perancis dan Amerika Serikat sebagai saksi, Jerman mengaku kalah. Melalui Deklarasi Postdam 6 Agustus 1945, bersama Britania Raya dan Cina, Amerika Serikat lantas meminta pasukan Jepang agar menyerah tanpa syarat. Merasa kuat, Jepang mengabaikan ultimatum itu. Maka pada tanggal 6 Agustus 1945, setelah Manhattan Project yang dirintis Sekutu berhasil mengujicoba bom atom di gurun New Mexico pada Juli 1945, Jepang menuai akibatnya. Sebuah bom atom uranium jenis bedil (Little Boy) dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima, disusul tiga hari kemudian (9 Agustus 1945) dengan bom plutonium jenis implosi (Fat Man) di Nagasaki. Dua operasi pengeboman yang menewaskan sedikitnya 129.000 jiwa itu, akhirnya memaksa Kaisar Hirohito turun tangan dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung perundingan di balik layar selama beberapa hari, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar) yang disiarkan di radio, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya 19 Oktober 1945, Indonesia—yang waktu itu masih berstatus sebagai negara serikat—mendirikan Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia). Berdasarkan Perpu Nomor 2/1946, tertanggal 5 Juli 1946, yayasan itu lalu berubah menjadi Bank Negara Indonesia (BNI) yang berfungsi sebagai bank sentral sekaligus bank umum. Tanggal 5 Juli 1946 itu pula hari Bank Indonesia ditetapkan.

Pemerintah Belanda yang berusaha kembali menguasai Indonesia, sempat menghidupkan lagi DJB. Namun setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, DJB diputuskan sebagai milik Republik Indonesia. Setelah RIS bubar dan Indonesia sepenuhnya menjadi negara yang berdaulat, pada tanggal 1 Juni 1953 DJB dijadikan sebagai bank sentral dengan nama Bank Indonesia hingga kini. Dan supaya tidak terjadi dualisme, BNI yang mulanya menjadi bank sentral sekaligus bank umum dirubah statusnya menjadi bank umum saja

Tugas Bank Central

Tugas-tugas Bank Central
Tujuan utama Bank Indonesia sebagai Bank Sentral adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa serta mengatur dan mengawasi bank.

Tugas BI sebagai Bank Sentral adalah

1Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Dalam upaya mencapai tujuan rersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya. 

2. Mengatur dan Menjaga kelancaran sistem pembayaran
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.


Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

3. Mengatur dan mengawasi bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Menghitung Bunga Deposito

Deposito Sebelum masuk ke dalam pembahasan inti, apa itu deposito? Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 Deposito adalah Simpanan yang pe...