Selasa, 14 Juli 2020

Menghitung Bunga Deposito

Deposito

Sebelum masuk ke dalam pembahasan inti, apa itu deposito? Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 Deposito adalah Simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpanan dengan pihak bank. 
Maksudnya jika nasabah menyimpang uangnya dalam bentuk deposito untuk jangka waktu tertentu, biasanya dari 1 sampai 12 bulan atau lebih, maka nasabah mendapatkan hasil setelah jangka waktu berakhir yang disepakati dengan pihak bank. Namun, jika nasabah menarik uang sebelum waktunya, maka nasabah akan dikenakan denda sesuai ketentuan pihak bank.

Cara Menghitung Deposito

Pada saat akan menabung dana dalam bentuk deposito hal pertama dan penting adalah berapa bunganya, setiap bank memiliki ketentuan bunga masing-masing. Cara menghitung deposito pada setiap bank sama, jadi bunga bank adalah patokan sebelum menentukan menabung di bank.

Rumus Bunga Bulanan


Pajak = Bunga x Pajak Bank

Bunga yg diterima = Bunga - Pajak

Misalnya Pada tanggal 15 Januari 2020 Tuan Iwan menyimpan deposito berjangka senilai Rp. 12.000.000 dengan jangka waktu 3 bulan. Bunga deposito yang berlaku saat itu 16% dan pajak atas bunga sebesar 15%.
Hitung bunga deposito yang diperoleh setiap bulannya setelah dipotong pajak dengan menggunakan metode rumus bulanan. Berapa total bunga yang diterima Tuan Amin selama menyimpan deposito tersebut.

Jawab:

= 320.000

Pajak = 320.000 x 15% = 48.000
Bunga yg diterima = 320.000 - 48.000 = 272.000

Jadi Bunga yang diterima Tuan Amin per bulan Rp 272.000. Sehingga total bunga yang diterima tuan Amin adalah 272.000 x 3 = Rp 816.000 

Senin, 13 Juli 2020

Menghitung Bunga Kredit

Perhitungan Bunga Kredit

Metode Perhitungan Bunga Kredit

1. Flat Rate
adalah pembebanan bunga setiap bulan tetap dari jumlah pinjaman

2. Sliding Rate
adalah pembebanan bunga setiap bulan akan disesuaikan dengan sisa pinjaman

3. Floating Rate
adalah metode menetapkan besar kecilnya bunga kredit dikaitkan dengan bunga yang berlaku di pasar uang

Rumus Bulanan



Rumus Harian


Contoh soal :
Pada tanggal 20 Maret 2019 Tuan Andi mendapat persetujuan pinjaman senilai Rp.16.500.000 untuk jangka waktu 3 bulan. Bunga yang dibebankan sebesar 15% pa. Hitunglah cicilan setiap bulannya jika dihitung dengan metode Sliding Rate Bulanan.

Jawab:
Langkah pertama adalah menghitung cicilan pokok pinjaman


Jadi cicilan pokok setiap bulan adalah Rp 5.500.000

Pembebanan bunga setiap bulan akan disesuaikan dengan sisa pinjamannya, sehingga angsuran (cicilan) bunga akan menurun seiring dengan berkurangnya nilai pinjaman.

Perhitungan bulan 1

Jadi cicilan bunga dan pokok untuk bulan ke-1 adalah Rp 6.325.000

Perhitungan bulan 2
Karena bulan ke-1 sudah membayar 5.500.000,- maka pokok pinjaman sisa 11.000.000

Jadi cicilan bunga dan pokok untuk bulan ke-2 adalah Rp 6.050.000

Perhitungan bulan 3
Karena bulan ke-1 dan 2 sudah membayar total 11.000.000,- maka pokok pinjaman sisa 5.500.000

Jadi cicilan bunga dan pokok untuk bulan ke-3 adalah Rp 5.775.000



Bln ke
Sisa Pinjaman
Cicilan Pokok
Bunga
Total Cicilan
0
16.500.000
0


1
11.000.000
5.500.000
825.000
6.325.000
2
5.500.000
5.500.000
550.000
6.050.000
3
0
5.500.000
275.000
5.775.000

Total
1.650.000
18.150.000

 Jadi Total Cicilan sampai bulan ke-3 adalah Rp 18.150.000


Jumat, 15 Mei 2020

Kliring

Sejarah Kliring

  • 10 September 1981 : dimulainya Kliring Lokal secara manual
  • Awal 1990 : dimulainya Kliring Lokal secara otomatis + bantuan mesin baca pilah (reader sorter) +/- 1000 warkat/menit.
  • 18 September 1998 : dibentuknya Sistem Kliring Elektronik Jakarta (SKEJ) pada 8 Bank
  • 18 Juni 2001 : diterapkannya SKEJ di seluruh Jakarta
  • 22 Juli 2005 : dibentuknya Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

Tujuan Kliring


1. Memajukan dan memperlancar lalu lintas pembayaran giral

2. Perhitungan penyelesaian utang piutang dapat dilakukan dengan lebih mudah, aman dan efisien

3. Merupakan Salah satu pelayanan bank kepada nasabah


Manfaat Kliring
  • Bagi masyarakat, memberikan alternatif pembayaran (transfer of value) efektif dan efisien dan aman.
  • Bagi Bank, merupakan salah satu advantage service kepada nasabah, menjadi fee based income.
  • Bagi Bank Sentral dapat secara cepat dan akurat mengetahui kondisi keuangan suatu bank maupun transaksi-transaksi yang terjadi di masyarakat.

Istilah dalam Kliring
  • Tolakan kliring, tolakan atas warkat
  • Postdated Cheque, tanggal Cek/BG belum jatuh tempo (Titipan)
  • Cross Clearing, Penarikan cek melalui kliring atas beban dana yang diharapkan akan diterima penarik dari setoran cek bank lain
  • Call Money, pinjaman bagi bank yang kalah kliring (maks 7 hr).
  • Capping, penetapan batas maksimum jumlah nominal atau nilai suatu Nota Kredit/Nota Debet yang dapat dikliringkan melalui Kliring Elektronik.
  • Guest Bank, fasilitas yang memungkinkan peserta kliring elektronik menggunakan Terminal Peserta Kliring (TPK) Peserta lain pada bank yang berbeda dengan tetap menggunakan identitas masing-masing peserta.
  • Transfer Debet, Adalah transaksi yang dilakukan oleh Peserta pengirim, untuk kepentingan dan untuk untung Peserta pengirim atau nasabah Peserta pengirim dan atas beban Peserta penerima atau nasabah Peserta penerima
  • Transfer Kredit, Adalah transaksi yang dilakukan oleh dan atas beban Peserta pengirim untuk kepentingan Peserta pengirim atau nasabahnya, dan untuk untung Peserta penerima atas nasabahnya.
  • Prefund, sejumlah dana yang harus disediakan oleh bank peserta kliring untuk mengantisipasi pemenuhan potensi kewajiban dari seluruh kantor bank yang menjadi Peserta pada penyelenggaraan Kliring Debet dan Kliring Kredit. 
  • Settlement, kegiatan pendebetan dan pengkreditan giro Bank di Bank Indonesia yang dilakukan berdasarkan perhitungan hak dan kewajiban masing-masing Bank yang timbul dalam penyelenggaraan SKNBI (Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia).
  • Perjanjian Guest Bank, pembuatan perjanjian kerja sama timbal balik antara suatu bank sebagai guest bank dengan peserta lain, untuk mengantisipasi kemungkinan timbulnya kerusakan perangkat TPK (Terminal Peserta Kliring) dan atau JKD (Jaringan Komunikasi Data) yang dapat mengganggu kelancaran kliring. Tembusan perjanjian dimaksud disampaikan kepada penyelenggara.
  • Keadaan Darurat, suatu keadaan yang secara nyata menyebabkan suatu kegiatan Kliring Debet dan atau Kliring Kredit tidak dapat dilaksanakan secara normal antara lain pemogokan kerja , kebakaran , kerusuhan massa, sabotase serta bencana alam seperti gempa bumi dan banjir yang dibenarkan oleh pihak penguasa atau pejabat yang berwenang setempat.

6 Pilar Arsitektur Perbankan Indonesia (API)

Dalam menjalankan sebuah sistem perbankan yang baik, perlu ada nya pilar-pilar yang menyangga agar sebuah sistem tersebut dapat berjalan. Dalam sistem perbankan indonesia, pilar ini disebut dengan arsitektur perbankan indonesia (API). Arsitektur Perbankan Indonesia (API) merupakan suatu kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang bersifat menyeluruh dan memberikan arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan untuk rentang waktu lima sampai sepuluh tahun ke depan . Arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang yang dirumuskan dalam API dilandasi oleh visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Berpijak dari adanya kebutuhan blue print perbankan nasional dan sebagai kelanjutan dari program restrukturisasi perbankan yang sudah berjalan sejak tahun 1998, maka Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004 telah meluncurkan API sebagai suatu kerangka menyeluruh arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan.

6 Pilar API

1. Struktur Perbankan yang Sehat
Menciptakan struktur perbankan domestik yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang berkesinambungan.

2. Sistem Pengaturan yang Efektif
Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada standar internasional.

3. Pengawasan Independen dan Efektif
Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta memiliki ketahanan dalam menghadapi risiko.

4. Industri Perbankan yang Kuat
Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal perbankan nasional.

5. Infrastruktur Pendukung yang Mencukupi
Mewujudkan infrasturktur yang lengkao untuk mendukung terciotanya industri perbankan yang sehat.

6. Perlindungan Konsumen atau Nasabah
Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan kepada konsumen jasa perbankan.


Sejarah Berdirinya Bank Indonesia atau Bank Sentral

Sejarah Bank Indonesia dimulai ketika pemerintah Hindia Belanda mendirikan De Javasche Bank. Ide ini bermula dari gagasan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. T. C. Elout yang melihat bahwa untuk menopang bisnis perkebunan di Jawa dengan tingkat transaksi keuangan yang tinggi, diperlukan adanya penertiban dan pengaturan sistem pembayaran yang dikelola oleh lembaga keuangan. Usulan itu disambut baik oleh Raja Willem l dengan mengirimkan surat kuasa bertanggal 9 Desember 1826 kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan sebuah bank dengan wewenang khusus berjangka waktu yang disebut oktroi. Setelah proses persiapan selama satu tahun, pada 24 Januari 1828, lewat Surat Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25, ditetapkanlah Akte Pendirian De Javasche Bank (DJB) dengan Mr C. de Haan sebagai Presiden DJB, dan C.J. Smulder sebagai sekretaris.

Mei 1940 Perang Dunia II meletus. Belanda diduduki Jerman. Pemerintah Hindia Belanda mengumumkan keadaan darurat. Ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Inggris terpaksa dialihkan. Celakanya negosiasi dengan Jepang pada Juni 1941 untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat, pun gagal. Jepang yang sama-sama menganut ideologi fasisme sebagaimana Jerman justru memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu, dan mengirimkan bantuan kepada faksi Sumatra untuk melakukan revolusi. Merasa terdesak, Belanda akhirnya angkat kaki dari Hindia. De Javasche Bank dilarang pengoperasiannya, dan secara resmi ditutup pada 20 Oktober 1942.

Akan tetapi kekuasan Jepang tak berlangsung lama. Setelah penandatanganan The German Instrument of Surrender di Karlshorst, Berlin pada 8 Mei 1945 oleh para perwakilan dari tiga pasukan bersenjata Oberkommando der Wehrmacht (OKW) dan Pasukan Ekspedisioner Sekutu bersama Komando Tinggi Tentara Merah, ditambah perwakilan Perancis dan Amerika Serikat sebagai saksi, Jerman mengaku kalah. Melalui Deklarasi Postdam 6 Agustus 1945, bersama Britania Raya dan Cina, Amerika Serikat lantas meminta pasukan Jepang agar menyerah tanpa syarat. Merasa kuat, Jepang mengabaikan ultimatum itu. Maka pada tanggal 6 Agustus 1945, setelah Manhattan Project yang dirintis Sekutu berhasil mengujicoba bom atom di gurun New Mexico pada Juli 1945, Jepang menuai akibatnya. Sebuah bom atom uranium jenis bedil (Little Boy) dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima, disusul tiga hari kemudian (9 Agustus 1945) dengan bom plutonium jenis implosi (Fat Man) di Nagasaki. Dua operasi pengeboman yang menewaskan sedikitnya 129.000 jiwa itu, akhirnya memaksa Kaisar Hirohito turun tangan dan memerintahkan Dewan Penasihat Militer menerima syarat-syarat yang ditawarkan Sekutu dalam Deklarasi Potsdam. Setelah berlangsung perundingan di balik layar selama beberapa hari, Kaisar Hirohito menyampaikan pidato yang disebut Gyokuon-hōsō (Siaran Suara Kaisar) yang disiarkan di radio, bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu.

Pasca Proklamasi Kemerdekaan, tepatnya 19 Oktober 1945, Indonesia—yang waktu itu masih berstatus sebagai negara serikat—mendirikan Jajasan Poesat Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia). Berdasarkan Perpu Nomor 2/1946, tertanggal 5 Juli 1946, yayasan itu lalu berubah menjadi Bank Negara Indonesia (BNI) yang berfungsi sebagai bank sentral sekaligus bank umum. Tanggal 5 Juli 1946 itu pula hari Bank Indonesia ditetapkan.

Pemerintah Belanda yang berusaha kembali menguasai Indonesia, sempat menghidupkan lagi DJB. Namun setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949, DJB diputuskan sebagai milik Republik Indonesia. Setelah RIS bubar dan Indonesia sepenuhnya menjadi negara yang berdaulat, pada tanggal 1 Juni 1953 DJB dijadikan sebagai bank sentral dengan nama Bank Indonesia hingga kini. Dan supaya tidak terjadi dualisme, BNI yang mulanya menjadi bank sentral sekaligus bank umum dirubah statusnya menjadi bank umum saja

Tugas Bank Central

Tugas-tugas Bank Central
Tujuan utama Bank Indonesia sebagai Bank Sentral adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah, dengan menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem devisa serta mengatur dan mengawasi bank.

Tugas BI sebagai Bank Sentral adalah

1Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter
Bank Indonesia memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Tujuan ini sebagaimana tercantum dalam UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang sebagaimana diubah melalui UU No. 3 Tahun 2004 dan UU No. 6 Tahun 2009 pada pasal 7. Kestabilan rupiah yang dimaksud mempunyai dua dimensi. Dimensi pertama kestabilan nilai rupiah adalah kestabilan terhadap harga-harga barang dan jasa yang tercermin dari perkembangan laju inflasi. Sementara itu, dimensi kedua terkait dengan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.

Dalam konteks perkembangan nilai rupiah terhadap mata uang negara lain, Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang (free floating). Peran kestabilan nilai tukar sangat penting dalam mencapai stabilitas harga dan sistem keuangan. Oleh karena itu, Bank Indonesia juga menjalankan kebijakan untuk menjaga kestabilan nilai tukar agar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Dalam upaya mencapai tujuan rersebut, Bank Indonesia sejak 1 Juli 2005 menerapkan kerangka kebijakan moneter Inflation Targeting Framework (ITF). Kerangka kebijakan tersebut dipandang sesuai dengan mandat dan aspek kelembagaan yang diamanatkan oleh Undang-Undang. Dalam kerangka ini, inflasi merupakan sasaran yang diutamakan (overriding objective). Bank Indonesia secara konsisten terus melakukan berbagai penyempurnaan kerangka kebijakan moneter, sesuai dengan perubahan dinamika dan tantangan perekonomian yang terjadi, guna memperkuat efektivitasnya. 

2. Mengatur dan Menjaga kelancaran sistem pembayaran
Sesuai dengan Undang- Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Di bidang sistem pembayaran Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang rupiah serta mencabut, menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Disisi lain dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran Bank Indonesia berwenang melaksanakan, memberi persetujuan dan perizinan atas penyelenggaraan jasa sistem pembayaran seperti sistem transfer dana baik yang bersifat real time, sistem kliring maupun sistem pembayaran lainnya misalnya sistem pembayaran berbasis kartu.

Untuk mewujudkan suatu sistem pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal, Bank Indonesia secara terus menerus melakukan pengembangan sesuai dengan acuan yang ditetapkan yaitu Blue Print Sistem Pembayaran Nasional. Pengembangan tersebut direalisasikan dalam bentuk kebijakan dan ketentuan yang diarahkan pada pengurangan risiko pembayaran antar bank dan peningkatan efisiensi pelayanan jasa sistem pembayaran.

Pada sistem pembayaran non tunai, saat ini penyediaan layanan jasa pembayaran sebagian besar dilakukan oleh perbankan baik melalui rekening bank di Bank Indonesia, hubungan bilateral antar bank maupun melalui jaringan internal bank yang dimilikinya. Layanan pembayaran dana antar nasabah tersebut biasanya dilakukan melalui transfer elektronik, sistem kliring maupun melalui sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS). Dari sisi piranti pembayaran, secara historis sistem pembayaran non tunai di Indonesia didominasi oleh piranti pembayaran berbasis warkat, namun dalam perkembangannya piranti elektronik mulai banyak berperan terutama sejak dioperasikannya sistem BI-RTGS pada bulan November untuk penyelesaian transaksi bernilai besar atau urgent.


Sementara itu dalam kaitannya dengan pengawasan sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki tanggung jawab agar masyarakat luas dapat memperoleh jasa sistem pembayaran yang efisien, cepat, tepat dan aman. Fungsi pengawasan sistem pembayaran ini selain berwenang untuk memberikan izin operasional terhadap pihak yang menyelenggarakan kegiatan di bidang sistem pembayaran juga berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem pembayaran baik yang dilakukan oleh Bank Indonesia maupun pihak lain di luar Bank Indonesia.

3. Mengatur dan mengawasi bank
Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-kegiatan usaha tertentu.

Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oleh bank.

Sabtu, 09 Mei 2020

Jenis Dana Bank Loanable Fund dan Unloanable Fund

Loanable Fund


Dana operasional adalah total dana yang dihimpun/diterima dikurangi dengan unloanable funds. Loanable Fund dapat diklasifikasikan menjadi Idle Fund dan Operable Fund. 

Idle Fund adalah dana yang masih menganggur atau belum digunakan pada alokasi yang produktif bagi Bank
Operable Fund adalah dana yang sudah dioperasikan oleh Bank terutama dalam bentuk kredit yang diberikan pada debitur. 
Bank selalu berusaha meminimalkan idle fund atau memperbesar operable fund untuk mengoptimalkan keuntungan. Klasifikasi penggunaan dana ini sangat diperlukan untuk menghitung biaya dana yang harus dikeluarkan Bank (Cost of Fund) yang terdiri dari beberapa cara perhitungan. Berdasarkan Cost Of Fund ini Bank bisa menetapkan harga produk Banknya dengan memperhitungakan interest spead yang diinginkan.


Unloanable Fund

Unloanable fund adalah dana yang tidak ditempatkan pada aktiva produktif dengan tujuan untuk berjaga-jaga atau cadangan.  Besarnya Unloanable fund ini ditentukan menurut pengalaman bank yang biasanya dicerminkan oleh Cash Ratio. Khusus legal reserve requirementatau sering disebut Giro Wajib minimum yang harus disimpan di bank sentral ditentukan sebesar 5% dari dana pihak ketiga (untuk rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga (untuk valuta asing). Semakin besar Unloanable fund akan semakin memperkecil jumlah dana yang dapat ditempatkan untuk memperoleh pendapatan, dengan demikian (Cost of Loanablr Fund) COLF-nya akan semakin mahal. Sebaliknya bila Unloanable fund semakin kecil maka COLF-nya semakin murah.

  • Reserve Requirement
Reserve Requirement (RR) atau Legal Reserve Requirement (LRR) di Indonesia dikenal dengan istilah Giro Wajib Minimum (GWM) adalah suatu simpanan minimum yang wajib diperlihara dalam bentuk giro pada Bank Indonesia bagi semua bank  (Dendawijaya, 2009:115).
  • Uang Kas
Jumlah kas minimal yang harus tersedia 
  • Cadangan Operasional




Menghitung Bunga Deposito

Deposito Sebelum masuk ke dalam pembahasan inti, apa itu deposito? Menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1998 Deposito adalah Simpanan yang pe...